Wednesday, November 27, 2013

Narsisme



Assalam alaik..

Bismillah..

Kali ini entriku bertajuk seperti di atas la.. of course..

Actually ia berkait dengan kejadian pagi kelmarin..' Kak, si polan cakap dia awet muda.. pelikla..'
Si kawan pula membalas..' biasa tu.. tahap keyakinan diri dia tinggi.. memang dia rasa awet muda dia bo cakap la .. dia bukan jenis simpan dia jenis meluahkan..'..

Urpp terpana seketika.. Adakah kita boleh sesuka hati menyatakan kelebihan diri kita just because kelebihan itu memberi kita keyakinan diri dan boleh dicanangkan? Bukankah itu memuji diri?.. confuse.. tersentuh dengan kata si kawan saya diamkan diri dan terus mencari maklumat..sambil ligat otak ni berfikir.. Ohh adakah orang yang memaparkan wajahnya atau apa jua miliknya di facebook instagram twitter merupakan caranya memuji diri atau secara tidak sengaja ke arah memuji diri..bukan setakat gambar.. tutur kata tingkah laku bahasa badan.. semuanya yea.. silap2 hari bulan di mata orang lain kita memuji diri sendiri.. Nauzubillah.. astaghfirullah..

Sama ada secara sedar atau tidak, kita sentiasa berdepn dengan perangkap narsisme.. sama ada tutur fikir lihat atau melakukan perbuatan pujian yang kita anggap biasa saja atau kita anggap wajar sebagai kebaikan, narsisme ternyata menurut Allah swt adalah suatu dosa. Siapa tidak suka dipuji? menerima pujian boleh meningkatkan keyakinan diri. Yang memuji sama ada secara jujur atau apa jua musababnya merupakan suatu luahan dalam bentuk kata atau kelakuan. 

Penjelasan Syekh Ibnu Utsaimin tentang hukum seseorang yang memuji dirinya sendiri:
Pujian terhadap diri sendiri, apabila dimaksudkan untuk menyebutkan nikmat Allah atau agar kawan-kawannya mengikutinya, maka hal ini tidak apa-apa. Jika orang ini bermaksud dengan pujiannya untuk menyucikan dirinya dan menunjukkan amal ibadahnya kepada Rabbnya, maka perbuatan ini termasuk minnah, hukumnya tidak boleh (haram).

Di dalam kitab Al-Manahil Lafzhiyyah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin pernah ditanya, “Apa hukum memuji diri sendiri?” (pertanyaan no 44). Beliau menjawab,

'Memuji diri sendiri, jika yang dimaksud adalah Al-tahadduts (menyebut-nyebut) nikmat Allah ‘azza wa jalla atau agar orang lain menteladani dirinya, hal ini tidak apa-apa. Namun apabila yang dimaksud adalah mentazkiyah (memberi penghargaan) diri dan berbangga dengan amalnya kepada Rabb ‘azza wa jalla, hal ini tidak boleh kerana itu merupakan sikap sombong. Allah swt berfirman,
“Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar” ( Surah Al-Hujurat ayat 17)

Tahukah kita bahawa memuji itu tidak boleh sembarangan dan dipuji perlu berhati2 tatkala menerima pujian?

Pertama, 

Tidak boleh memuji diri sendiri. Sebab kita tidak tahu apakah diri kita ini adalah hamba yang baik disisi Allah swt. 

Allah swt berfirman, “Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci. Dia lah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa.” 
[Surah An-Najm ayat 32]

Rasulullah saw juga mewasiatkan, “Janganlah menganggap diri kalian suci. Hanya Allah yang mengetahui siapa yang baik di antara kalian.” 
[Sahih Mukhtashar Sahih Muslim no. 1407] 

Kecuali kalau kebaikan diri kita itu adalah masalah duniawi dan tanpa berlebihan dalam menilai diri. Allah swt mengisahkan Nabi Yusuf, 
“Berkata Yusuf, ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.’
[Surah Yusuf ayat 55]

Rasulullah saw berkata, “Aku adalah seorang Nabi yang tidak pernah berdusta. Aku adalah pemimpin anak Adam [manusia]. Aku orang pertama yang akan keluar dari bumi. Aku adalah orang yang paling mengetahui tentang Allah dan paling bertakwa kepadaNya. Aku pernah bermalam di sisi Tuhanku.”

Atau tujuannya untuk memotivasikannya dalam bentuk peneguhan keimanannya kepada Allah swt dengan sesuatu yang ia miliki,amar makruf nahi mungkar, menjadi nasihat, untuk memberikan petunjuk pada suatu kemashalatan, sebagai pelajaran, pendidikan, nasihat, untuk mendamaikan kedua pihak yang bermusuhan, demi menolak keburukan yang menyerangnya, atau karena tujuan baik lainnya adalah dibolehkan tetapi sebaiknya dihindari jika dikhuatiri lama-kelamaan ia menjadikannya bangga diri.

Kalau pun nak sebut kebaikan diri sendiri dengan niat sebagaimana perkara-perkara tersebut hendaknya juga disertai keyakinan bahawa ucapannya itu akan diterima dan menjaga apa yang telah disampaikan atau mengatakan bahawa ucapan itu akan kalian temukan pada diri orang lain juga . 

Kedua, 

Sebolehnya pujian kehadrat Allah swt mendahului atau baru diiringi dengan pujian kepada insan khususnya yang berhak dan layak  menerima pujian. Seharusnya kita tahadduts (menyebut-nyebut) nikmat Allah yang diberikan kepadanya, iaitu perlindungan berupa iman dan keteguhan.

Rasulullah saw berkata, 
“Jauhilah sanjung-menyanjung, kerana sesungguhnya itu adalah penyembelihan.” 
[Sahih: Ash-Shahihah no. 1284]

Ketiga, 

Ada kalimat khusus ketika terpaksa, (ingat ya, terpaksa!) memuji seseorang. Dalam kisahh Abu Bakrah, seorang lelaki yang disebut-sebut di hadapan Rasulullah saw kemudian berkatalah seseorang, “Wahai Rasulullah, tak seorang pun yang lebih baik darinya setelah Rasulullah dalam hal ini dan itu.” Rasulullah saw segera bersuara, “Hei, anda telah memenggal leher kawan anda.” Baginda saw mengatakannya tiga kali. Setelah itu Rasulullah saw berkata, 
“Jika salah seorang di antara kalian harus menyanjung saudaranya, hendaklah ia berkata, ‘Menurutku, si Fulan adalah demikian, jika ia memandangnya seperti itu, dan tidaklah aku menyucikan seorang pun di atas Allah.” 
[Sahih Mukhtashar Sahih Muslim no. 1510]

Keempat, 

Kalau ingin memuji seseorang atas kebaikannya yang kita saksikan sendiri, pujilah dia ketika dia sudah wafat. Kalau masih hidup, diamkan sahaja dan mendoakannya lebih baik, soalnya kita tidak tahu bagaimana akhir hidupnya. Mungkin di akhir hidupnya dia banyak berbuat dosa dan maksiat kerana dikhuatiri juga kekerapannya menerima pujian menjadikannya takabbur (sombong), ‘ujub pada dirinya dan tidak ikhlas dalam beramal. Rasulullah saw berkata, “Janganlah kalian merasa takjub dengan amal seseorang, hingga kalian melihat bagaimana hidupnya berakhir.” 
[Sahih: Ash-Shahihah no. 1334]

Sebagai seorang Muslim atau Muslimah bukankah seharusnya sangat bersyukur dan kekal andai pujian itu kita miliki dari Sang Pencipta iaitu Allah swt. Tidak perlu pujian dari manusia. bersifat sementara. Ia tidak memberi kesan kepada akhirat kita, sebaliknya yang paling dikhuatiri pujian manusia itu membuat kita lupa diri dan tidak ikhlas. Kecuali memuji Allah swt, hendaklah sentiasa di bibir dan dihati..ingatlah Dia sebanyak-banyaknya.

Semoga Allah sentiasa memelihara kita dari sifat narsis ini, memudahkan kita  dalam menjalankan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya, walau sebesar zarah. Wallahu a’lam

Jadi bagaimana nak membezakan narsis atau tidak. Anda narsis jika :

1. Merasa diri sangat penting dan ingin dikenal oleh orang lain

2. Merasa diri unik dan istimewa

3. Suka dipuji, bahasa lainnya minta dipuji, paling2 koman pun sehari mesti memuji diri sendiri.

4. Suka bergambar dan mewarwarkannya terutamanya untuk tatapan publik..

5. Suka berlama lama di depan cermin..

Naudzubillah..  

Penghargaan:Brilly El-Rasheed (brillyyudhowillianto@gmail.com)\blog ulamasunnah dari Kitab Al Manahil Lafzhiyah karya Syaikh Ibnu Utsaimin\ sosbud.kompasiana.com\





No comments:

Post a Comment